Sunday, May 29, 2011

Pengemis Punya Kesempatan Magang dan Usaha

Kata “magang” biasanya tidak jauh dari kalangan mahasiswa. Memang program magang ini umumnya diikuti oleh mahasiswa untuk kepentingan perkuliahannya. Namun, sekarang pengemis pun bisa mengikuti program tersebut. Bukan untuk mendapat nilai, melainkan untuk memperbaiki kualitas hidup dan meningkatkan pendidikannya. Kegiatan ini diadakan untuk mengurangi tingkat profesi pengemis yang ada, sekaligus memberikan edukasi sebagai modal kehidupan yang lebih layak bagi mereka. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk ikut membantu dan peduli pada kehidupan para pengemis. Sebagai contoh :

Di Makassar, Pengemis dan Anak Jalanan Ikut Program Magang
Pemerintah Kota Makassar pada 2011 ini akan membuat program magang di beberapa instansi bagi masyarakat miskin khususnya anak terlantar dan pengemis agar tidak kembali ke jalan dan mengganggu kepentingan umum. Program magang ini diharapkan dapat mengurangi angka pengemis yang banyak turun ke jalanan dan mengganggu ketertiban umum dengan tidur di emperan toko dan jalan. Program ini terdiri dari kegiatan pelatihan keterampilan, menyekolahkan anak miskin yang putus sekolah, dan pemberdayaan keluarga kurang mampu.
Untuk pelatihan keterampilan, direncanakan akan menyentuh sekitar 60 anak. Jenis pelatihan yang diberikan menyangkut kewirausahaan dengan modal kecil. Sementara untuk anak miskin putus sekolah, direncanakan akan bersekolah dan jumlah anak yang akan disekolahkan sekitar 400 anak. Selain disekolahkan, mereka akan mendapatkan tabungan sekitar Rp 1,5 juta per anak. Dana tersebut akan dijadikan sebagai jaminan agar anak tersebut tetap bersekolah di saat bantuan tidak lagi tersedia.
Sumber :
Selain itu, dua tahun lalu, sempat diadakan suatu pelatihan dan bantuan dari pemerintah yang bekerja sama dengan salah satu perusahaan swasta untuk mengatasi menjamurnya pengemis. Berikut sekilas tentang program tersebut.
Jatim Adakan Pelatihan Pengemis
Pada September 2009, Pemerintah Provinsi Jawa Timur menggandeng PT Bogasari untuk memberikan pelatihan bagi para pengemis di Surabaya, Gresik, Sidoarjo, dan Mojokerto. Mereka diberi modal usaha dan pelatihan agar bangkit dari ketergantungan mereka sebagai pengemis. Pada prinsipnya, orang mengemis karena keterpaksaan. Tetapi, bila kegiatan ini menjadi mata pencaharian, maka menjadi hal yang tidak baik. Untuk mengatasi ini, Pemprov Jatim bekerjasama dengan PT Bogasari. Pemprov Jatim yang memberikan modal, sedangkan PT Bogasari yang melatih dan menyiapkan bahan agar para pengemis memiliki lapangan kerja baru.
Sumber :
Tim Edelweiss meyakini bahwa suatu hasil yang memuaskan dan baik tidak akan lahir dari sebuah tindakan yang selalu ditunda-tunda atau tidak pernah terealisasikan. Pencapaian tujuan mulia juga tidak akan terjadi jika tidak ada yang memulai usaha untuk meraihnya. Pemerintah dan masyarakat bisa melakukan berbagai macam cara dan program untuk peduli dan ikut mensejahterakan kehidupan para pengemis agar mereka juga bisa merasakan hidup dengan layak, seperti mengadakan pelatihan dan program pendidikan atau menyediakan lapangan kerja yang luas bagi mereka. Tim Edelweiss berkomitmen kuat untuk ikut membuahkan bibit-bibit kehidupan baru dan layak bagi pengemis. Oleh karena itu, mari kita lakukan sesuatu yang berharga bagi para pengemis karena mereka adalah saudara kita yang sangat membutuhkan pertolongan kita.

Pengemis pun Bisa Sukses

Pengemis identik dengan kemiskinan dan jauh dari kata sukses. Tetapi, perlu kita ketahui bahwa tidak semua pengemis terus menjadi pengemis dan hidup sengsara. Siapapun berkesempatan memperoleh kesuksesan, asal mau berusaha dan bekerja keras, termasuk pengemis. Berikut adalah salah satu kisah seorang mantan gelandangan atau pengemis asal Kanada yang mampu meraih keberhasilan karena usahanya :
Kisah Sukses Frank O’Dea, Mantan Gelandangan yang Nekat Berbisnis Kopi
Frank O’Dea adalah salah satu pendiri jaringan kedai kopi Second Cup asal Kanada. Pada usia 20-an, Frank pernah menjalani hidup sebagai seorang gelandangan atau pengemis yang hanya bisa mencari uang dari belas kasihan orang lain. Saat masih remaja, Frank memiliki masalah ketergantungan dengan alkohol atau minuman keras. Ia sebenarnya dilahirkan di kalangan menengah, namun karena ketergantungannya itu, ia diusir dari rumah oleh ayahnya. Ketika itu, Frank bahkan sampai nekat mencuri uang keluarganya sendiri demi memenuhi keinginannya. Masa kelamnya ternyata tidak berhenti sampai di situ. Ketika masih belasan tahun, ia pernah beberapa kali dilecehkan secara seksual. Ketika diusir dari rumah, Frank masih berusia 20-an, dan kala itu juga, ia pernah menjalani profesi sebagai tenaga sales atau penjualan, sebelum akhirnya ia hidup menggelandang di jalanan kota Toronto, Kanada.
Namun, Frank menyadari bahwa jika ia terus menerus hidup seperti ini, maka ia bisa mati sebagai sampah masyarakat. Karena itu, ia memutuskan untuk bergabung dalam suatu kelompok pengembangan diri di Kanada, dan dari sanalah, ia memulai proses perubahan dalam hidupnya. Empat tahun kemudian, ia bersama mitranya, Tom Culligan, akhirnya bisa mendirikan outlet Second Cup mereka yang pertama di sebuah mall di kota Toronto. Mereka sama sekali tidak melakukan riset pasar, padahal kala itu, penjualan kopi terus menurun. Tetapi, mereka akhirnya bisa mengembangkan bisnis kedai kopi mereka hingga ke 11 negara.
Dalam menjalani berbagai pengalaman pahit dalam hidupnya, Frank O’Dea telah ”diselamatkan oleh kopi”, seperti judul sebuah artikel di situs Canada.com yang menyebutkan, ”Coffee Saved His Life”. Kopi telah menyelamatkan Frank dari kehidupan jalanan yang keras, bahkan bisa membuatnya menjadi orang sukses. Ia memiliki slogan dalam hidup, yaitu: ”Hope, Vision, Action.” Pada saat Frank masih meminta belas kasihan di jalan, ia tahu bahwa ia masih memiliki harapan. Dengan harapan tersebut, ia kemudian membuat suatu visi tentang masa depannya, dan setelah itu ia bertindak untuk mewujudkan impiannya.
Sumber: 
Kisah Frank O’Dea adalah sebuah cerita dan pengalaman hidup yang sangat menginspirasi setiap kita yang membacanya. Dari sana, kita juga dapat mengetahui bahwa kesuksesan seseorang bukan tergantung dari orang lain, melainkan kemauan diri yang keras untuk mau melangkah menjadi seseorang yang berhasil. Bukan hanya impian atau angan-angan yang dibutuhkan, melainkan tindakan juga sangat menentukan semua harapan itu untuk bisa digapai. Tim Edelweiss tergerak untuk mengkampanyekan “Stop memberi uang kepada pengemis!”, bukan berarti tidak peduli dan tidak memiliki belas kasihan pada pengemis. Tim Edelweiss justru sangat peduli dengan keberadaan mereka, yaitu dengan membantu mereka untuk mendapat kehidupan yang lebih layak. Pelayanan yang kami berikan juga mendorong mereka untuk mengejar harta yang jauh lebih bernilai dalam hidup mereka, yaitu kesadaran diri bahwa mereka berharga dan mampu berkarya dengan lebih baik, sehingga hidup mereka juga lebih maju dan dapat bermanfaat bagi orang lain.